Ending and Beginning

This post should be containing of my recap from my 2021, but I don’t have enough energy to gain my mood just to sit down and type what exactly happened in my live in 2021.
So here you are, reading my recap of 2021 and how I spent my first month of 2022.

Mau dimulai dari mana ya?
Ngga ada hal yang berarti di awal 2021 sih, lebih tepatnya di semester pertama. Ngga ada hal menonjol yang aku ingat banget selain akhirnya aku apply kerja lagi setelah dua tahun hiatus. Yup, akhirnya aku memutuskan untuk jadi budak korporat lagi dengan berbagai alasan dan pertimbangan. Alhamdulillah, keluarga mendukung apapun keputusan yang aku ambil. Mereka terbuka soal pilihanku untuk tetap stay sama dapurtiwi aja atau mau kembali menjadi pekerja kantoran.

Kerja di mana, Wul? Pertanyaan sejuta umat yang juga nanyain ke mana dapurtiwi dan kenapa ngga buka-buka hahaha. Alhamdulillah, balik ke kantor lama. Aku terima tawaran kerja jadi freelance admin untuk brand yang baru bergabung, fresh namanya. Sampai hari ini statusku masih freelance admin dan aku enjoy menjalani peran baru ini. Ngga baru-baru banget juga sih, karena posisi brand admin sudah pernah aku tempati sebelumnya. Tapi, kali ini di brand yang berbeda dengan team dan culture yang juga berbeda.

Di sekitar bulan Juni 2021, mamaku terpapar C-19 lagi. Dan kali ini kami sekeluarga isolasi mandiri di rumah (lagi). Rasanya kaya mengulang apa yang dilakukan di Desember 2020 sih, dengan perasaan yang lebih tenang karena sudah ada bekal pengalaman yang sebelumnya dan mama pun ngga menunjukkan gejala yang berarti. Kami jadi lebih bisa memantau satu sama lain. Sekali lagi, badai bisa dilalui.

Semester dua dilalui dengan …. kenalan sama orang baru, berusaha buka hati lalu tergores luka. Waktunya singkat, rasanya kaya semi lari. Padahal kan bisa dilalui dengan jalan santai sambil dinikmati pelan-pelan.
Dan di saat kupikir lukaku belum sembuh benar, datang dia yang lain. Yang dengannya, kulalui sisa 2021. Yang dengan kebersamaan kami, menimbulkan perasaan-perasaan yang tanpa kuduga merasuk sampai ke dalam. Aku tau benar aku menginginkan dia dan kebersamaan kami untuk tetap ada, namun jalan cerita DIA belum selaras dengan keinginanku. Lagi, satu luka baru tergores. Lagi, lebam di sana-sini bahkan lebih parah dari luka-luka lama yang pernah ada.

2021 dilalui dengan banyak hal tidak terduga. Banyak juga keputusan atau keinginan lama yang sempat tertunda, dengan berani aku wujudkan. Aku akhirnya berani konsultasi ke psikolog professional untuk sekedar tau apa aku benar baik-baik saja dan apa yang selama ini menjadi pertanyaan-pertanyaan tanpa jawaban; dibiarkan atau justru harus diutarakan. Aku akhirnya berani warnai rambut, potong rambut jadi sangat pendek, pergi liburan seminggu ke Bandung walaupun sambil standby kerjaan dan bawa laptop but it was the best holiday decision so far mengingat per Januari ini kasus meningkat lagi dan ada issue gelombang ketiga or whatsoever. Di 2021 aku lebih berani bersuara dan mengutarakan apa yang aku rasakan ketimbang disimpan sendirian, aku lebih ekspresif dan aktif menulis di blog lagi (tuh yaaaa Tumblr bisa tiap minggu update pas hati lagi patah-patahnya).

Hingga, 2022 dimulai dengan aku yang ngga baru-baru banget, tapi sejauh ini aku merasakan aku yang lebih lapang dan bisa jauh lebih tenang. Lagi di fase ngga meledak-ledak menghadapi sesuatu walaupun rasanya mau marah dan melahap orang yang aku sebelin (dan aku kangenin juga, LOL). Januari dilewati dengan tenang, ngga kaya di bulan-bulan akhir 2021 waktu aku lagi banyak-banyakanya menangis dan sering sulit tidur. Januari juga sukses dilewati ngga dengan menangis di depan laptop atau maksain diri tetap kerja dengan alasan pengalihan issue saat hati lagi oleng dan patah dan rasanya cuma ingin nangis aja.

Ngga akan bisa sampai di titik ini tanpa bantuan dari orang-orang yang ngga pernah lelah, antara mau support aku untuk tetap kuat atau sekalian nampar aku biar balik ke logika yang sehat. Melewati sepanjang Januari juga dengan tidur yang nyaman, makan yang enak sampai berat badan stay di angka 52 kg dalam waktu sebulan (sebuah prestasi di umur 31, yeay!).

2022 baru dilewati satu bulan. Perjalanan masih panjang. Cukup hidup dan jalani hari ini. Besok, biar jadi urusan besok aja. Ada diri sendiri yang jadi tempat pulang. Aku mampu dan aku cukup. Terima kasih ya, Wul, untuk 31 tahun yang penuh warna.

Kursi Teras dan Tanaman Hias

Kursi teras dan tanaman hias
jadi saksi percakapan random kami
tentang hobinya,
tentang hamsternya,
tentang percobaan resepku yang gagal lagi,
atau sekadar diam sambil saling menautkan jari
atau curi cium di pipi.

Lima tahun setelahnya,
kursi teras dan tanaman hias
jadi saksi percakapanku dengan Bapak
tentang hidup,
tentang masakanku yang keasinan,
atau perkara pilihan pepes ayam atau pepes ikan,
kadang kami hanya diam memandang jalanan sempit di depan rumah.

Dua laki-laki,
satu telah pergi
satu tetap di sisi.

Bekasi, 21 September 2021.

Aku sering kali terlibat percakapan “berat” dengan Bapak, entah di kursi teras atau di kursi ruang tamu. Salah satu tulisan yang ditulis dalam waktu singkat, karena diksinya pun langsung mengalir lancar.

Sedangkan laki-laki satunya, ya, you know who. It surprised me yesterday that I still can write about him after all these years.

Jalan Memutar

Hidup kadang memberi pilihan jalan memutar, kadang bukan jadi pilihan tapi, ya, hanya itu jalan yang tersedia.

Anggaplah pertemuan dengan orang-orang dalam beberapa bulan belakangan, adalah jalan memutar. Aku diminta olehNya untuk melalui jalan itu. Bertemu dan mengalami cerita dengan mereka, karena Dia percaya pada kemampuanku untuk melewatinya.

Jakarta, 14 September 2021

Diberi Ruang

It is such a privilege, having warm and lovely parents. Ngga rusuh minta ini itu, ngga menuntut harus begini begitu. Ngga juga ngejar pengen tau keadaanku padahal mereka tau I’m really not in a good condition.

Cerita kalo udah bisa cerita, kami ngga akan tau kalo ngga dikasih tau” di awal, yang akhirnya membuatku bercerita dengan lancar. Tanpa emosi, tanpa deraian air mata yang sulit kukendalikan, ya, walaupun masih menetes sedikit.

Diakhiri dengan kalimat-kalimat sederhana namun begitu menenangkan, “Iya udah gpapa. Gpapa kalo masih belum tenang, nanti enakan kok.”

Begitu juga di lingkaran teman terdekat. Mereka ngga pernah melewatkan setiap update-ku di Instagram dan Twitter, ngga mungkin mereka ngga tau keadaanku. Hingga akhirnya aku yang membuka obrolan dengan “Aku kangen….”, dibalas “Sini.. Cerita kalau udah siap cerita. Buang, muntahkan aja semuanya. Kalau perlu nangis dan video call, kami siap kapanpun.” Aku disambut dengan pelukan hangat di chat. Rasanya begitu tenang seperti pulang ke rumah lalu berbaring di tempat tidurmu sendiri.

Mereka sengaja memberiku ruang untuk menangis dan menikmati dukaku saat itu. Mereka juga sengaja menyiapkan diri mereka kapanpun aku siap memuntahkan amarah dan juga kesedihanku. Mereka adalah bentuk lain rezeki yang Tuhan titipkan.

Bekasi, 7 September 2021